Judul: Sumala
Sutradara: Rizal Mantovani
Produksi: Hitmaker Studios
Pemain: Luna Maya (Sulastri), Darius Sinathrya (Soedjiman), Makayla Rose (Kumala/Sumala), Ivonne Dahler (Mbok Sum), Denino Basrial (Sukir)
Tanggal Rilis: 26 September 2024
Genre: Horor
Durasi: [Sertakan jika tersedia]
Sinopsis
Sumala merupakan film horor yang diadaptasi dari kisah nyata yang terjadi pada tahun 1940-an di sebuah desa terpencil di Kabupaten Semarang, Indonesia. Setelah bertahun-tahun tanpa anak, Soedjiman menekan istrinya, Sulastri, untuk segera hamil, dengan ancaman menikah lagi jika tidak berhasil. Dalam keputusasaan, Sulastri membuat perjanjian dengan iblis melalui seorang dukun, yang akhirnya memberinya anak kembar. Namun, salah satu anak yang lahir, Sumala, berasal dari keturunan iblis dan segera dibunuh oleh Soedjiman. Kembarannya, Kumala, bertahan hidup namun memiliki keterbelakangan mental. Seiring waktu, serangkaian kematian tragis melanda desa, dan penduduk mulai mempercayai bahwa Kumala adalah penyebabnya. Namun, Kumala mengklaim bahwa kematian tersebut adalah ulah kakaknya, Sumala, yang kembali untuk menuntut balas.
Cerita dan Penulisan Naskah
Naskah Sumala terinspirasi dari narasi yang disampaikan oleh Bang Betz Illustration di platform YouTube dan Twitter. Kisah yang didasari kejadian nyata ini berhasil diadaptasi dengan baik, menawarkan alur yang perlahan namun membangun ketegangan. Film ini mengeksplorasi tema pengorbanan, keputusasaan, dan perjanjian gelap, yang membawa malapetaka dalam keluarga Soedjiman dan desanya. Narasi yang berfokus pada relasi keluarga memberikan lapisan emosional yang kuat, di mana tekanan sosial dan mistisisme lokal saling berinteraksi. Penonton dibawa ke dalam suasana mencekam melalui pergeseran yang mulus antara dunia nyata dan supranatural, membangun atmosfer yang semakin intens hingga puncak cerita.
Penyutradaraan
Rizal Mantovani, sutradara berpengalaman dalam genre horor, berhasil menciptakan suasana yang penuh teror tanpa mengandalkan jump scare yang berlebihan. Mantovani menggunakan pendekatan bertahap untuk membangun ketegangan, memanfaatkan setting desa terpencil dan elemen mistis lokal untuk menambah ketakutan psikologis. Pengarahan kepada para aktor juga berhasil membangkitkan emosi yang kuat, terutama dalam menggambarkan rasa takut dan putus asa Sulastri, serta konflik batin Soedjiman yang merasa bersalah.
Akting
Penampilan Luna Maya sebagai Sulastri sangat mencolok. Ia berhasil menyampaikan kompleksitas emosi seorang ibu yang terjebak antara cinta dan rasa bersalah atas perjanjiannya dengan iblis. Darius Sinathrya sebagai Soedjiman juga memberikan performa yang solid, menampilkan sisi maskulinitas yang terdesak oleh tekanan sosial dan keputusasaannya untuk mendapatkan keturunan. Namun, Makayla Rose yang berperan ganda sebagai Kumala dan Sumala menjadi sorotan utama, memberikan dua karakter yang sangat berbeda—Kumala yang rapuh dan Sumala yang menyeramkan—dengan cara yang meyakinkan dan intens.
Sinematografi dan Desain Produksi
Sinematografi dalam Sumala memberikan kekuatan visual yang mendukung elemen horor. Penggunaan pencahayaan yang suram dan pengambilan gambar yang lambat menciptakan suasana misterius yang menghantui. Setting desa terpencil dengan rumah-rumah kayu tua dan lanskap yang kelam menambah kesan isolasi, mencerminkan suasana ketakutan dan kebingungan yang dirasakan oleh penduduk desa.
Desain produksinya sangat memperhatikan detail, mulai dari kostum era 1940-an hingga properti tradisional yang sesuai dengan latar budaya. Aspek visual ini berhasil membangun atmosfer otentik yang menguatkan nuansa cerita.
Skor Musik
Musik dalam Sumala memperkuat suasana menegangkan dengan penggunaan suara tradisional dan elemen mistis. Skor yang dikomposisi dengan baik ini muncul di saat-saat kritis, mendukung ketegangan tanpa mendominasi adegan. Penggunaan efek suara yang halus namun mencekam memberikan rasa takut yang merayap perlahan, yang khas dalam film-film horor psikologis.
Wardrobe dan Kostum
Wardrobe dalam Sumala memainkan peran penting dalam memperkuat nuansa era 1940-an, di mana cerita ini berlatar. Kostum para tokoh dirancang dengan cermat untuk mencerminkan setting desa terpencil pada masa itu, sekaligus memperlihatkan status sosial karakter-karakternya. Luna Maya sebagai Sulastri, misalnya, mengenakan busana yang sederhana namun elegan, sesuai dengan karakter seorang istri desa yang berada di bawah tekanan sosial. Kostum Darius Sinathrya sebagai Soedjiman menampilkan kepribadian maskulin dan otoriter, sering kali mengenakan pakaian yang lebih formal dan konservatif, mencerminkan posisinya sebagai kepala keluarga yang dihormati namun tertekan.
Sementara itu, kostum Kumala dan Sumala, yang diperankan oleh Makayla Rose, memiliki peran simbolis dalam menampilkan perbedaan antara manusia dan iblis. Kumala, yang lahir dengan keterbelakangan mental, sering kali terlihat mengenakan pakaian yang tampak lusuh, mempertegas kondisi kesehatannya yang rapuh. Sebaliknya, Sumala—meskipun hanya muncul dalam bentuk kilasan—diberikan tampilan menyeramkan dengan kostum yang kontras, mencerminkan keturunannya yang berasal dari dunia kegelapan.
Desain kostum ini tidak hanya berfungsi sebagai penanda waktu dan tempat, tetapi juga memperkuat perkembangan cerita, terutama dalam menggambarkan transformasi karakter serta perubahan suasana yang semakin mencekam seiring berjalannya cerita.
Efek Khusus dan Riasan
Efek khusus dalam film ini digunakan dengan bijaksana, tidak berlebihan, namun cukup untuk memberikan sentuhan horor supranatural yang nyata. Penggambaran Sumala sebagai sosok dari keturunan iblis diolah dengan riasan yang efektif dan mengerikan, cukup untuk membuat penonton merasa tidak nyaman, namun tetap realistis sesuai konteks cerita.
Kesimpulan
Sumala adalah film horor yang memberikan keseimbangan antara drama keluarga dan teror supranatural. Berkat penyutradaraan cermat Rizal Mantovani, cerita yang diangkat dari kisah nyata ini mampu menghidupkan kembali ketakutan dari legenda lokal dengan visual yang mencekam, akting yang kuat, dan atmosfer yang intens. Dengan latar belakang sejarah dan mistisisme yang mendalam, Sumala tidak hanya menjadi tontonan horor, tetapi juga menawarkan refleksi tentang keputusasaan manusia ketika berhadapan dengan batas moral yang kabur.