05 Mei 2025
FALCON PICTURES RILIS OFFICIAL POSTER DAN TRAILER FILM "KELUARGA SUPER IRIT"
25 April 2025
ULASAN FILM "SAH KATANYA"
ULASAN FILM: SAH KATANYA
Produksi: MVP Pictures & Kebon Studio
Sutradara: Loeloe Hendra
Penulis: Sidharta Tata, Dirmawan Hatta, Loeloe Hendra
Pemeran: Nadya Arina, Dimas Anggara, Calvin Jeremy, Della Dartyan, M. N. Qomaruddin, Rahmet Ababil, Landung Simatupang, dan lainnya
SINOPSIS
Dalam Sah Katanya, kita diajak masuk ke dalam dunia Marni (Nadya Arina), seorang perempuan muda yang baru saja kehilangan ayahnya secara mendadak. Namun duka itu belum selesai ketika ia mendapati sebuah permintaan terakhir yang mengejutkan—ia harus menikah di depan jenazah sang ayah dengan lelaki yang telah dipilihkan sebelumnya, Marno (Dimas Anggara). Wasiat itu bukan sekadar simbol tradisi, tetapi satu-satunya jalan menyelamatkan keluarganya dari jerat utang yang besar.
Di tengah tekanan batin, Marni dihadapkan pada pilihan yang mustahil: tetap bersama Adi (Calvin Jeremy), cinta sejatinya, atau berbakti pada ayah dan mempertaruhkan seluruh arah hidupnya demi keluarga. Sebuah keputusan yang memaksa penonton ikut bertanya: antara cinta, kewajiban, dan warisan nilai-nilai, mana yang layak diperjuangkan?
CERITA & NASKAH
Plot Sah Katanya berdiri di atas fondasi yang kuat: konflik klasik antara cinta dan kewajiban, namun disajikan dalam konteks budaya lokal yang khas dan penuh nuansa. Naskahnya tidak hanya berani, tetapi juga cermat—menyentuh ranah moral, tradisi, dan tekanan keluarga tanpa menjadi melodramatis.
Penulis—Sidharta Tata, Dirmawan Hatta, dan Loeloe Hendra—membawa isu besar dengan pendekatan yang intim. Konflik tidak digambarkan sebagai benturan hitam-putih, melainkan abu-abu, kompleks, dan manusiawi. Dialog-dialognya bernas, emosional tanpa kehilangan logika, serta kuat secara simbolik terutama dalam adegan-adegan kunci.
PENYUTRADARAAN
Loeloe Hendra berhasil mengendalikan atmosfer film dengan gaya yang tenang tapi menghantui. Ia memilih untuk tidak membesar-besarkan emosi, namun membiarkannya mengendap lewat ekspresi, gerak tubuh, dan sunyi yang berbicara. Pilihan ritme lambat di beberapa bagian mungkin terasa seperti menguji kesabaran, namun sebetulnya justru memperkuat kesan “tercekik” yang dialami karakter utamanya.
Transisi visual dan tone emosional terasa konsisten, dan ini menunjukkan kematangan dalam penyutradaraan.
AKTING & ANALISIS KARAKTER
Nadya Arina memberikan performa yang sangat kuat sebagai Marni. Ia menampilkan spektrum emosi dengan intensitas terukur, dari kepedihan kehilangan hingga kegamangan antara menyerah atau melawan. Dalam sorot mata dan gestur tubuhnya, kita bisa merasakan seorang perempuan muda yang tertindih oleh keputusan orang lain.
Dimas Anggara sebagai Marno tampil tidak seperti biasanya—lebih pendiam, kaku, namun menyimpan kedalaman, membuat karakternya menjadi teka-teki moral. Sementara Calvin Jeremy sebagai Adi menjadi lambang dari pilihan yang (seolah) lebih mudah tapi tidak realistis, dan ia bermain dengan sangat empatik.
Pemeran pendukung seperti Della Dartyan dan Landung Simatupang turut menambah lapisan emosional film ini dengan sangat solid. Tidak ada karakter yang hadir sebagai tempelan; semuanya berkontribusi pada narasi besar.
SINEMATOGRAFI & TATA ARTISTIK
Visual dalam Sah Katanya memainkan simbolisme dengan apik. Penggunaan warna-warna dingin dan ruang-ruang sempit mempertegas kesan terkurung yang dialami Marni. Kamera cenderung diam, memberi ruang bagi aktor untuk “bernapas” dan menyampaikan narasi secara visual.
Ada beberapa shot yang terasa seperti lukisan—hening tapi penuh tekanan. Pengambilan gambar di sekitar rumah duka hingga ruang pernikahan mendadak memberikan rasa absurd dan tragis yang kuat.
SKOR MUSIK & TATA SUARA
Musik pengiring dalam film ini tidak mendominasi, namun hadir sebagai perasaan latar yang merembes pelan ke bawah kulit. Skoringnya subtil, kadang hanya suara ambient yang memperkuat kehampaan. Tidak banyak musik yang ‘menggiring’ emosi penonton, justru memberi ruang untuk interpretasi personal.
Tata suara juga jernih dan efektif, terutama saat menghadirkan nuansa rumah, malam, dan suasana duka yang menegangkan tapi sunyi.
WARDROBE & PENATAAN BUSANA
Pakaian para karakter terasa autentik, sesuai latar sosial keluarga Marni dan Marno. Tak ada yang berlebihan, justru kekuatan terletak pada kesederhanaan. Gaun pengantin Marni—yang dikenakan dalam momen paling absurd dalam film—menjadi simbol ironis dari janji yang tidak diinginkan, dan kostum ini diolah secara estetis tanpa perlu dramatisasi.
TEMA & RELEVANSI SOSIAL
Sah Katanya adalah komentar tajam tentang bagaimana warisan budaya, tradisi, dan hutang keluarga bisa membelenggu seseorang, terutama perempuan, dalam sistem sosial patriarkis. Film ini bukan sekadar kisah cinta yang kandas, tetapi juga kritik sosial tentang pemaksaan kehendak dalam balutan “wasiat” dan “bakti”.
Film ini mengundang diskusi tentang batas antara menghormati orang tua dan memperjuangkan kendali atas hidup sendiri. Tema ini terasa relevan, khususnya bagi generasi muda yang masih harus bernegosiasi antara modernitas dan tradisi.
KESIMPULAN
Sah Katanya adalah drama sosial yang berani dan emosional, dengan pendekatan sinematik yang tenang namun menghujam. Ia menyampaikan pesan yang kuat tentang cinta, pengorbanan, dan kendali atas hidup sendiri—dengan cara yang puitis tapi tetap membumi.
Dengan penyutradaraan yang rapi, akting yang solid, serta naskah yang penuh refleksi, film ini menawarkan lebih dari sekadar cerita sedih. Ia mengajak penonton berpikir ulang tentang “restu” dan “takdir” dalam ranah rumah tangga dan budaya.
NILAI AKHIR
Aspek | Penilaian |
---|---|
Cerita & Naskah | 8.8 |
Penyutradaraan | 9.0 |
Akting & Karakter | 8.9 |
Sinematografi & Artistik | 8.7 |
Musik & Tata Suara | 8.5 |
Tema & Pesan Sosial | 9.2 |
Total Rata-rata | 8.85 / 10 |
24 April 2025
OFFICIAL TRAILER "WAKTU MAGHRIB 2" RESMI DIRILIS, TEROR MAGIS DARI SENJA KEMBALI MENGINTAI
Rapi Films bersama Sky Media, Legacy Pictures, Rhaya Flicks, dan Kebon Studio resmi merilis trailer perdana film horor terbaru mereka, WAKTU MAGHRIB 2. Setelah kesuksesan film pertamanya yang berhasil mengguncang jagat perfilman horor tanah air, sekuel ini menjanjikan intensitas teror yang lebih mencekam, dengan sentuhan mitos lokal yang semakin gelap.
Disutradarai oleh Sidharta Tata, yang kembali memegang kendali setelah keberhasilan film pertamanya, WAKTU MAGHRIB 2 diproduseri oleh Gope T. Samtani—salah satu produser legendaris di industri film Indonesia. Film ini menghadirkan deretan pemeran muda berbakat hingga aktor kawakan, antara lain Omar Daniel, Anantya Rezky Kirana, Sulthan Hamonangan, Ghazi Alhabsy, dan Muzakki Ramdhan, serta turut dibintangi oleh Sadana Agung, Nopek, Fita Anggriani, Bagas Pratama Saputra, Maychelina Anis, Bonifasius Jose Mariano, dan Buyung Ispramadi.
UMBARA BROTHERS FILM RESMI LUNCURKAN OFFICIAL POSTER DAN TRAILER FILM "GUNDIK"
Jakarta, 23 April 2025 — Suasana Rabu sore di XXI City Plaza Jatinegara berubah penuh antusias ketika Umbara Brothers Film resmi merilis official poster dan trailer dari film terbaru mereka yang berjudul GUNDIK. Sebuah karya kolaboratif yang menggandeng Makara Production, 786 Production, RUMPI Entertainment, dan Role Entertainment, film ini menjanjikan drama historis dengan atmosfer emosional yang intens dan sinematik.
Disutradarai oleh sineas visioner Anggy Umbara, yang juga duduk sebagai produser bersama Indah Destriana, Shankar RS, dan Mohit NV, GUNDIK menghadirkan cerita yang menggali sisi gelap dari kekuasaan dan hubungan terlarang di tengah gejolak zaman.
ULASAN FILM MUSLIHAT
Judul: MUSLIHAT
Produksi: IM Pictures
Produser: Raden Brotoseno, Tata Janeeta, Budi Setiaji Susilo, Bugie
Penulis Skenario: Evelyn Afnilia
Sutradara: Chairun Nissa
Pemeran Utama: Asmara Abigail, Edward Akbar, Tata Janeeta, Ajeng Giona, Ence Bagus, Fatih Unru, Keanu Azka, Athar Barakbah, dkk.
Sinopsis
MUSLIHAT membuka tirai pada konflik interpersonal dalam sebuah keluarga besar yang terjebak dalam labirin warisan, rahasia masa lalu, dan ambisi pribadi. Ketika tokoh sentral, seorang perempuan karismatik dengan masa lalu kelam (diperankan Asmara Abigail), pulang kampung untuk menghadiri peringatan kematian ayahnya, berbagai lapis konflik mulai terkuak—dari kecemburuan saudara, skandal lama, hingga permainan politik internal yang mengejutkan. Film ini menjelajahi batas antara kebenaran dan rekayasa dalam hubungan manusia.
Cerita & Naskah
Evelyn Afnilia membingkai kisah ini dengan lapisan dramatik yang dibangun perlahan namun menghantui. Ia tidak hanya menghadirkan narasi, melainkan mengajak penonton mengupas satu per satu "muslihat" yang tersimpan rapi dalam dialog-dialog tajam dan dinamika antarkarakter yang intens. Naskahnya menolak simplifikasi moral. Setiap karakter memiliki kepentingan, setiap tindakan punya konsekuensi, dan tidak ada yang benar-benar polos ataupun jahat. Ini menjadikan MUSLIHAT lebih dari sekadar drama keluarga—ia menjelma menjadi refleksi kompleksitas manusia itu sendiri.
Penyutradaraan
Chairun Nissa menunjukkan kendali penyutradaraan yang matang. Ia memahami betul tempo emosional yang dibutuhkan film ini—ia tidak tergesa dalam menyampaikan informasi, tapi juga tidak membiarkan ketegangan meredup. Nissa memaksimalkan potensi ruang dan momen senyap untuk membangun suasana yang mendesak. Perpindahan antar adegan terasa organik dan penuh intensi, menunjukkan penataan dramaturgi yang solid dan penuh kehati-hatian.
Akting
Asmara Abigail kembali membuktikan kelasnya. Karakter yang ia mainkan kompleks—rentan, keras kepala, sekaligus penuh pesona manipulatif. Edward Akbar dan Tata Janeeta memberikan kontras menarik sebagai dua kutub karakter yang sama-sama memendam luka lama. Fatih Unru dan Keanu Azka menjadi representasi generasi muda yang terjebak dalam konflik para pendahulu mereka—penampilan mereka menyuntikkan vitalitas pada narasi yang dominan kelam. Ensemble cast-nya seimbang, masing-masing aktor memiliki momen kuat tersendiri, baik dalam adegan dialog maupun gestur-gestur tak bersuara.
Analisis Karakter
Setiap tokoh dalam MUSLIHAT hadir sebagai lapisan puzzle yang perlahan saling mengisi. Evelyn Afnilia tidak menulis karakter hanya sebagai penjalin cerita, melainkan sebagai dunia tersendiri. Hubungan antar karakter dibentuk dari trauma kolektif yang tak diungkapkan secara verbal, tetapi dibaca melalui sikap, reaksi, dan bahkan diam. Karakter utama bukanlah pahlawan, melainkan cermin dari keputusan yang gagal disesali dan cinta yang tak tersampaikan.
Tata Artistik & Sinematografi
Tata artistik film ini sangat memperhitungkan simbolisme. Ruang-ruang dalam rumah tua tempat sebagian besar konflik berlangsung bukan sekadar latar, tetapi metafora hidup—gelap, sempit, penuh barang-barang lama yang menjadi saksi bisu kebusukan relasi keluarga. Sinematografi dari kamera statis hingga gerak lambat dibalut dengan palet warna kusam, menunjukkan beban sejarah yang menindih tiap adegan. Beberapa komposisi gambar layak disejajarkan dengan lukisan renaisans—penuh emosi dan cerita dalam setiap frame.
Musik Skoring & Tata Suara
Musik latar MUSLIHAT bekerja subtil namun efektif, dengan dominasi instrumen gesek dan pukul rendah yang menciptakan atmosfer gelisah tanpa harus dramatis berlebihan. Skoringnya tidak hanya memperkuat emosi, tetapi juga menambah lapisan interpretatif atas narasi. Tata suara juga dieksekusi secara presisi; momen-momen keheningan kadang lebih menegangkan daripada teriakan, menunjukkan bagaimana desain suara film ini berpihak pada pengalaman psikis penonton.
Wardrobe / Outfit
Kostum dalam MUSLIHAT tidak berteriak untuk dikenali, tetapi menyatu dengan karakter. Setiap pakaian mencerminkan status sosial, kondisi psikologis, dan bahkan perkembangan naratif karakter tersebut. Desain wardrobe-nya memperkuat setting dan tone film tanpa kehilangan fungsinya sebagai penanda identitas tokoh—sebuah keseimbangan yang tidak mudah dicapai.
Tema & Relevansi Sosial
MUSLIHAT bukan hanya drama keluarga. Ia adalah kritik sosial terhadap bagaimana trauma generasi bisa diwariskan secara tidak sadar. Tema warisan, kesetaraan gender dalam ruang keluarga patriarkal, dan manipulasi dalam hubungan darah menjadi pokok utama. Di tengah meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental dan rekonsiliasi emosional antar generasi, film ini hadir sangat relevan dan kontemporer.
Kesimpulan
MUSLIHAT adalah drama yang cerdas, tajam, dan memikat secara emosional. Dengan penulisan yang matang, penyutradaraan presisi, dan penampilan akting yang menyentuh, film ini berhasil menjelma menjadi potret kelam keluarga Indonesia dengan lensa humanistik yang dalam. Ia bukan tontonan yang ringan, tapi justru karena itulah ia penting. Film ini mengajak kita menelisik bukan hanya apa yang terlihat, tapi apa yang selama ini disembunyikan.
Nilai Akhir: 8 / 10
Film ini layak mendapat tempat di ranah sinema nasional yang mengedepankan kualitas naratif dan kekuatan sinematik. Sebuah karya yang pantas diperbincangkan, ditonton ulang, dan direnungi.
FILM “MENDADAK DANGDUT”: SEBUAH HARMONI CERITA, KOMEDI, DAN WARISAN MUSIK INDONESIA
Foto Saat Press Conference. Doc by Serba Film
Jakarta, 22 April 2025 — Industri film Tanah Air kembali diramaikan oleh sebuah karya layar lebar yang mengusung semangat musik lokal sebagai identitas budaya: Mendadak Dangdut. Pada hari Senin, 22 April 2025, Sinemart berkolaborasi dengan Amadeus Sinemagna menggelar konferensi pers dan pemutaran perdana film ini di XXI Epicentrum, Jakarta. Acara ini dipadati oleh para insan perfilman, jurnalis, serta tamu undangan yang turut menyambut kehadiran para pemain dan tim produksi dengan antusiasme tinggi.
Di tengah suasana yang penuh tawa dan tepuk tangan, para pemeran utama seperti Anya Geraldine, Keanu Angelo, Aisha Nurra Datau, hingga Wika Salim tampil menyapa publik. Sutradara Monty Tiwa bersama para produser — Mgs Fahry Fachrudin dan Wendhy Antono — serta jajaran eksekutif produser yang terdiri dari Sutanto Hartono, David Setiawan Suwarto, Indra Yudhistira, dan Morin Chandra, juga hadir memberikan pandangan mereka tentang proses kreatif dan visi besar film ini.
PRESS CONFERENCE "SAH KATANYA": NARASI PATAH HATI, WASIAT TAK TERDUGA, DAN CINTA YANG TERUJI
Jakarta, 16 April 2025, XXI Epicentrum — Suasana penuh rasa ingin tahu dan ketegangan emosional terasa di sesi konferensi pers film terbaru besutan MVP Pictures dan Kebon Studio, SAH KATANYA. Acara ini menjadi momen penting bagi insan perfilman, menandai kolaborasi sinematik yang melibatkan sejumlah nama besar di balik layar maupun para pemeran utama.
Diproduseri oleh Raam Punjabi dan Albert, serta dikawal oleh Anita Whora sebagai eksekutif produser, film ini merupakan karya garapan sutradara Loeloe Hendra yang juga berperan sebagai salah satu penulis naskah bersama Sidharta Tata dan Dirmawan Hatta. Di hadapan awak media, mereka memperkenalkan film yang akan hadir dengan konflik emosional intens yang berpijak pada persoalan cinta, loyalitas, dan harga diri.
Jalan Cerita: Di Antara Cinta dan Amanah
SAH KATANYA membuka kisahnya dengan tragedi: Marni (diperankan oleh Nadya Arina) sedang berduka atas wafatnya sang ayah. Namun duka itu berubah menjadi keterkejutan ketika ia menemukan permintaan terakhir ayahnya—menikah dengan Marno (Dimas Anggara), pria pilihan ayahnya, tepat di hadapan jenazah.
Kondisi ini membuat Marni terjebak dalam dilema sulit. Di satu sisi, ada cinta yang telah lama tumbuh bersama Adi (Calvin Jeremy), namun di sisi lain, ada tanggung jawab besar untuk menyelamatkan keluarganya dari utang besar jika wasiat itu tak dijalankan.
Pendalaman Karakter dan Tantangan Emosional
Nadya Arina menjelaskan bagaimana perannya sebagai Marni menuntut eksplorasi emosional yang dalam dan tidak biasa. "Ini bukan sekadar cerita cinta biasa. Ada lapisan psikologis yang harus saya pahami dan hayati," ungkapnya.
Dimas Anggara juga menyoroti kompleksitas tokoh Marno yang tidak hitam-putih. Sementara Calvin Jeremy mengaku bahwa tokoh Adi merefleksikan suara banyak orang yang merasa kehilangan karena harus berhadapan dengan keputusan di luar logika cinta.
Loeloe Hendra menyampaikan bahwa sebagai sutradara, ia ingin mengangkat nilai-nilai moral dari sudut yang lebih manusiawi. “Film ini menggugah, karena berbicara tentang batas antara kehendak pribadi dan pengorbanan demi keluarga,” jelasnya.
Kesiapan Rilis dan Harapan
Dengan jajaran pemain pendukung seperti M. N. Qomaruddin, Rahmet Ababil, Della Dartyan, hingga Landung Simatupang dan Hargi Sundari, SAH KATANYA diyakini memiliki kekuatan ensemble yang mampu membangun atmosfer dramatik yang solid.
Film ini akan mulai tayang secara nasional pada 24 April 2025, dan menjadi harapan baru dari MVP Pictures untuk mempersembahkan karya sinema yang mampu menyentuh relung emosi penonton sekaligus menggugah refleksi sosial.
"PERANG KOTA": SEBUAH MOZAIK CINTA, PERLAWANAN, DAN LUKA DI TENGAH JAKARTA 1946
Jakarta, 21 April 2025 — Sebuah karya sinematik bertaraf internasional resmi diperkenalkan kepada publik dalam sesi Press Conference yang digelar di Epicentrum XXI, Jakarta. Film bertajuk Perang Kota, buah karya sutradara Mouly Surya—yang telah dua kali memenangkan Piala Citra sebagai Sutradara Terbaik—siap menyapa penonton di layar lebar mulai 30 April 2025.
Disokong oleh kolaborasi multinasional antara Cinesurya Pictures, Starvision Plus, dan Kaninga Pictures bersama sejumlah rumah produksi dari Asia hingga Eropa, Perang Kota diadaptasi dari novel legendaris karya Mochtar Lubis Jalan Tak Ada Ujung. Film ini mengusung kisah yang menyatukan gejolak asmara, idealisme perjuangan, serta konsekuensi moral dalam satu lanskap historis yang mendebarkan: Jakarta tahun 1946.
Rekonstruksi Jakarta dalam Bayang-Bayang Invasi
Lewat lensa Perang Kota, Mouly Surya mengajak penonton menembus kabut waktu menuju ibu kota yang belum lama merdeka, namun sudah kembali diguncang oleh upaya rekolonialisasi. Atmosfer pasca-kemerdekaan yang porak-poranda digambarkan dalam fragmen-fragmen kehidupan masyarakat yang tetap harus bertahan, di tengah pertempuran gerilya dan tekanan militer Sekutu.
Pencapaian visual dari sinematografer Roy Lolang disuguhkan melalui format rasio 4:3 yang khas dan mengikat, menghadirkan komposisi gambar yang intim, klasik, namun sarat emosi. Warna-warna kontras memperkuat kesan melankolis Jakarta tempo dulu yang penuh ketegangan.
Pergulatan Emosi dalam Cinta Segitiga
Di pusat kisah ini, bergulir dinamika emosional antara tiga tokoh utama: Isa (Chicco Jerikho), seorang guru yang juga pejuang, Fatimah (Ariel Tatum), istrinya yang terbelenggu batin, serta Hazil (Jerome Kurnia), rekan perjuangan Isa yang secara diam-diam menjalin hubungan intim dengan Fatimah.
Isa, dengan latar luka psikologis yang belum sembuh, menjadi simbol figur laki-laki yang rapuh dalam relasi domestik, namun tetap teguh dalam perjuangan nasional. Sementara Fatimah digambarkan tidak sekadar sebagai istri yang tergoda, melainkan sebagai perempuan dengan kompleksitas psikologis dan kekuatan bertahan luar biasa di tengah gejolak.
21 April 2025
OFFICIAL TRAILER: “MUNGKIN KITA PERLU WAKTU” – RANA LUKA YANG MEMILIH DIAM
Oleh : FilmLokal.id
Jakarta, 18 April 2025 — Film terbaru garapan sutradara Teddy Soeriaatmadja, MUNGKIN KITA PERLU WAKTU, resmi merilis official trailer yang mengangkat tema besar tentang luka keluarga yang tak terucap. Melalui gambar-gambar yang tenang namun penuh tekanan emosional, trailer ini membuka ruang refleksi tentang bagaimana sebuah keluarga bisa hidup dalam satu atap, namun terpisah oleh sekat-sekat rasa bersalah dan kehilangan yang tidak pernah diselesaikan.
20 April 2025
GALA PREMIERE “ANAK MEDAN COCOK KO RASA”: SELEBRASI CINTA, PERSAHABATAN, DAN IMPIAN DARI TANAH DELI
Jakarta, 17 April 2025, XXI Epicentrum — Gemerlap lampu dan antusiasme penonton meramaikan gala premiere film Anak Medan Cocok Ko Rasa yang digelar di Jakarta malam ini. Film bergenre drama-komedi garapan PIM Pictures bersama Dayu Pictures, Dynamic Pictures, dan Layar Production ini secara resmi diperkenalkan kepada publik sebelum tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia mulai 24 April 2025.
Disutradarai oleh Ivan Bandhito dan diproduseri oleh Agustinus Sitorus, film ini menawarkan narasi yang menyentuh dan menghibur tentang perjalanan empat sahabat dari Medan—Ucok, Joko, Rafly, dan Chisa—yang terpisah oleh waktu dan tragedi, namun disatukan kembali oleh nostalgia dan takdir. Diperankan oleh Maell Lee, Ajil Ditto, Ady Sky, Mario Maulana Hazar, serta aktris pendukung seperti Amara Sophie Rhemaesthita, Maria Simorangkir, dan Lina Marpaung, film ini membungkus drama kehidupan muda-mudi dalam nuansa kekeluargaan khas Medan.
“Anak Medan Cocok Ko Rasa bukan hanya soal nostalgia, tetapi juga tentang bagaimana kita menavigasi harapan, rindu, dan kenyataan hidup,” ujar Agustinus Sitorus, produser film ini, dalam sesi wawancara di karpet merah. Ia menambahkan bahwa keunikan kota Medan—dengan latar sosial dan budayanya yang kaya—menjadi representasi sempurna dari berbagai konflik batin yang kerap dialami generasi muda.
Dalam film ini, setiap karakter membawa lapisan emosi yang mencerminkan realitas: impian yang dikorbankan demi ekspektasi keluarga, perpisahan yang menyakitkan, dan pengkhianatan yang diam-diam membekas. Namun alih-alih menenggelamkan penonton dalam melodrama, Anak Medan Cocok Ko Rasa justru menyajikannya dengan balutan humor lokal yang segar—membuat pesan-pesan moralnya terasa ringan, namun membekas.
Sutradara Ivan Bandhito menyampaikan bahwa proses syuting di Medan menjadi pengalaman istimewa yang memperkaya narasi. “Kota ini punya denyut yang kuat. Kami ingin menunjukkan Medan tidak dari sisi klise, tapi dari wajah aslinya—penuh harapan, konflik, dan semangat juang,” ungkapnya.
Maell Lee, pemeran Ucok, menyatakan keterikatannya secara emosional dengan peran tersebut. “Saya dan Ucok punya cerita yang mirip. Sama-sama berangkat dari Medan, merantau ke Jakarta demi mimpi. Emosi dalam peran ini terasa sangat personal buat saya,” tuturnya. Sementara itu, Ajil Ditto yang memerankan Rafly mengungkapkan bahwa kembali ke Medan untuk syuting serasa seperti pulang ke akar. “Kota ini adalah rumah saya. Chemistry kami para pemain terbentuk secara organik karena kami memang sudah klik sejak awal,” ujarnya.
Kehangatan dan dinamika antar tokoh menjadi kekuatan utama film ini. Penonton diajak tidak hanya mengikuti kisah yang menyentuh, tapi juga melihat refleksi dari pengalaman hidup sendiri—tentang merantau, kegagalan, harapan yang hampir padam, dan keajaiban yang datang ketika kita sudah belajar menerima.
Film ini pada akhirnya mengajak kita merenungkan: sejauh apa pun kita melangkah, impian dan persahabatan sejati tak akan pernah hilang arah. Ada tawa, ada tangis, ada pelukan yang menyambut pulang.
🎬 Anak Medan Cocok Ko Rasa akan hadir di layar lebar mulai 24 April 2025. Jangan lewatkan film yang bukan sekadar hiburan, tetapi juga ruang untuk mengenang, menerima, dan tertawa bersama.
Ikuti terus kabar terbarunya di akun resmi Instagram: @filmanakmedan_official