This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

25 Juni 2025

ULASAN FILM "SAMPAI JUMPA SELAMAT TINGGAL"

 

Sinopsis

Dalam Sampai Jumpa Selamat Tinggal, kita diajak menyelami kehidupan sepasang kekasih Indonesia yang menetap di Korea Selatan dan harus menghadapi kenyataan pahit dalam relasi mereka. Cinta, perpisahan, dan pemulihan menjadi simpul emosi utama dalam film ini, yang disampaikan melalui narasi puitik dan reflektif. Ketika jarak dan waktu tidak lagi memihak, kisah mereka berkembang menjadi perjalanan batin penuh luka, namun juga harapan akan versi diri yang lebih utuh.


Cerita & Naskah

Adriyanto Dewo tidak sekadar menulis sebuah cerita romansa. Ia membingkai relasi antarmanusia sebagai proses perenungan akan kehilangan dan pertumbuhan. Naskah film ini tidak tergesa-gesa menyampaikan konflik; ia memilih untuk mengendap perlahan, membiarkan penonton turut mengurai makna di balik diam dan jeda. Percakapan yang minim namun bernas memperkuat kesan bahwa keheningan juga bisa berkata-kata, sebuah pendekatan naratif yang jarang kita temui dalam sinema romansa populer.


Penyutradaraan

Sebagai sutradara sekaligus penulis, Adriyanto Dewo tampil konsisten dalam menjaga tone film yang meditatif dan emosional. Ia tidak menjejali layar dengan eksposisi berlebih, justru memaksimalkan gestur, pandangan, dan atmosfer sebagai bahasa utama narasi. Penataan ruang dan pengambilan gambar yang kontemplatif menjadi bukti bahwa Dewo memahami bagaimana ruang emosional harus dibentuk bukan melalui kata, melainkan melalui suasana.


Akting

Putri Marino kembali membuktikan kapasitasnya dalam memainkan karakter perempuan dengan luka yang dalam namun tidak histeris. Penampilannya terasa tenang, namun menggetarkan. Jerome Kurnia menghadirkan kehangatan yang rapuh—ia tidak tampil sebagai kekasih ideal, tapi sebagai manusia dengan kontradiksi. Jourdy Pranata dan Lutesha memberi warna dinamis pada narasi yang cenderung sunyi, sementara aktor-aktor Korea seperti Han Sang-il dan Sang Kwan Kim memberikan dimensi interkultural yang natural dan tidak dipaksakan. Penampilan mereka menambah konteks sosial, bukan sekadar gimmick latar tempat.


Analisis Karakter

Karakter-karakter dalam film ini tidak dibentuk untuk dicintai atau dibenci, melainkan untuk dipahami. Mereka hidup dalam kerumitan emosi yang tidak mudah ditebak, penuh keputusan abu-abu. Dalam hal ini, Sampai Jumpa Selamat Tinggal menghadirkan potret manusia yang sangat nyata—tidak hitam putih, tidak melodramatik, tapi personal dan dekat dengan realitas sehari-hari.


Tata Artistik & Sinematografi

Sinematografer film ini berhasil menangkap lanskap Korea Selatan dengan lensa yang personal dan intim. Alih-alih menonjolkan sisi turistiknya, visual film ini justru terasa sepi, dingin, dan sendu—selaras dengan atmosfer emosional karakter. Tata artistik tampil minimalis, namun memiliki fungsi naratif yang kuat. Palet warna netral dengan semburat dingin memperkuat kesan keterasingan dan kerinduan dalam diri para tokoh.


Musik Skoring & Tata Suara

Skoring dalam film ini tidak berusaha mendominasi, namun justru menegaskan nuansa hening sebagai medium komunikasi. Beberapa momen kunci hanya diiringi oleh ambient sound atau instrumen lembut, sehingga tiap letupan emosi terasa lebih membekas. Penataan suara dieksekusi dengan cermat, terutama dalam mengatur dinamika antara percakapan dan keheningan. Sunyi menjadi ruang, bukan kekosongan.


Wardrobe / Outfit

Busana yang dikenakan para karakter tidak hanya mencerminkan latar geografis dan musim, namun juga kondisi psikologis mereka. Gaya berbusana yang sederhana namun presisi ini menunjukkan perhatian pada detil: warna-warna pastel dan earth-tone mendominasi lemari karakter utama, mendukung tone emosional cerita yang penuh nuansa kehangatan yang tertahan.


Tema & Relevansi Sosial

Film ini berbicara tentang perpisahan, bukan hanya sebagai akhir dari relasi, tetapi sebagai titik balik menuju pemahaman diri. Tema kehilangan dalam diaspora, pencarian makna dalam relasi lintas budaya, hingga pentingnya membangun ruang aman dalam perpisahan menjadikan Sampai Jumpa Selamat Tinggal relevan bagi generasi urban yang sering bergulat dengan identitas dan batas emosi. Ini bukan kisah cinta biasa—ini adalah memoar sunyi tentang keberanian mencintai dan melepaskan.


Kesimpulan

Sampai Jumpa Selamat Tinggal adalah film yang mengajak penontonnya merenung, bukan berfantasi. Adriyanto Dewo mengeksekusi kisah ini dengan kepekaan sinematik yang tajam, menempatkan aktor-aktornya dalam ruang yang organik, dan membangun pengalaman menonton yang kontemplatif. Ini bukan tontonan instan, melainkan sebuah pengalaman sinema yang mengandalkan kesadaran emosional penontonnya.


Nilai Akhir

8.7 / 10

Film ini adalah sebuah elegi visual yang mendalam—sebuah surat cinta bagi mereka yang belajar berdamai dengan luka, dan menyadari bahwa kadang, perpisahan adalah bentuk paling tulus dari cinta.


ULASAN FILM "ANGEL POL"

 

SINOPSIS

Film ANGEL POL menggambarkan perjalanan dua individu dari latar belakang berbeda yang dipertemukan oleh keadaan: Jati, seorang mahasiswa seni rupa yang tersingkir dari kampus karena idealismenya, dan Lastri, seorang perempuan desa yang tertipu calo kerja. Tanpa banyak pilihan, keduanya membentuk grup musik keliling, membawa semangat hidup lewat orkes dangdut koplo yang tidak hanya menjadi hiburan rakyat, tapi juga wadah kritik terhadap realitas sosial.


CERITA & NASKAH

Asaf Antariksa menulis cerita dengan fondasi kritik sosial yang dibungkus dalam kemasan ringan. Konflik tidak diledakkan dengan cara agresif, melainkan hadir dalam irisan-irisan halus melalui percakapan dan perjalanan karakter. Cerita berkembang dari tragedi personal ke bentuk perlawanan kolektif, tanpa meninggalkan humor khas rakyat. Walau penyampaiannya terasa santai, ide-ide tajam tentang ketimpangan, eksploitasi, dan perlawanan kelas tetap tersisipkan dengan rapi.


PENYUTRADARAAN

Hanny R. Saputra membawa nafas baru dalam filmografi lokal dengan memadukan elemen drama musikal dan komedi satir. Gaya penyutradaraannya terasa percaya diri dalam membaurkan antara narasi sosial dan pertunjukan koplo yang penuh warna. Ia tidak menjejalkan pesan secara gamblang, melainkan menyelipkannya melalui nuansa, pilihan gambar, dan performa panggung yang menjadi pusat gravitasi cerita. Beberapa adegan terasa lebih ringan dari potensinya, tapi eksekusi keseluruhan tetap terkendali.


AKTING & PENDALAMAN KARAKTER

  • Michelle Ziudith tampil berani sebagai Lastri, menciptakan sosok perempuan yang tangguh, lugu, tapi cepat belajar menghadapi kerasnya realitas. Ia menampilkan transformasi emosional yang kredibel, termasuk lewat aksi panggungnya sebagai biduan koplo.

  • Bhisma Mulia membangun karakter Jati dengan presisi: intelektual, keras kepala, namun tetap rapuh sebagai manusia. Ia menjadi penyeimbang energi antara sisi politis dan sisi komikal film.

  • Para pemeran pendukung—termasuk Jolene Marie, Dayu Wijanto, Toni Belok Kiri hingga Bogang Bakar—menyempurnakan atmosfer film dengan kehadiran yang autentik dan mencuri perhatian pada momen-momen tertentu.


TATA ARTISTIK & SINEMATOGRAFI

Visual film ini menampilkan kontras kuat antara latar desa, kampus, dan panggung keliling. Truk panggung dangdut dihidupkan dengan detail yang tidak hanya menarik mata, tetapi juga memuat simbol-simbol resistensi dari rakyat kecil. Warna-warna cerah dari kostum dan pencahayaan konser menjadi simbol harapan di tengah latar kehidupan yang suram. Pengambilan gambar juga tidak berlebihan, lebih mengandalkan dinamika blok panggung dan ekspresi karakter untuk menyampaikan makna.


MUSIK & TATA SUARA

Musik adalah jantung dari Angel Pol. Lagu-lagu koplo seperti “Angel Pol” dan “Pepes Rempelo” bukan sekadar hiburan, tetapi menyuarakan keresahan sosial dengan cara yang mudah dicerna dan menggelitik. Michelle menyanyikannya secara live tanpa lipsync—keputusan yang memberi kejujuran pada performanya. Tata suara pun dirancang untuk memperkuat suasana—dari riuh panggung, tawa penonton, hingga keheningan personal para tokohnya.


KOSTUM & TAMPILAN

Lastri tampil mencolok dengan gaya biduan koplo khas: penuh kilau, rok mini, sepatu boots, dan pernak-pernik lokal. Gaya panggungnya menjadi pernyataan visual tentang eksistensi perempuan di ruang publik rakyat. Sebaliknya, Jati berpakaian sederhana namun tetap ekspresif sebagai seniman jalanan, menunjukkan perlawanan terhadap formalisme. Wardrobe masing-masing karakter sangat mendukung pembentukan narasi sosial mereka.


TEMA & KONTEKS SOSIAL

Angel Pol bukan hanya kisah tentang musik dan cinta, melainkan juga refleksi tentang perjuangan masyarakat pinggiran. Film ini menyuarakan keberanian untuk bersuara, menghadirkan panggung kecil sebagai metafora panggung yang lebih besar—masyarakat. Tanpa harus menggurui, film ini mengangkat isu sosial dengan sentuhan ringan, tetapi tetap tajam dalam implikasi.


KESIMPULAN

Angel Pol adalah film yang menyenangkan secara musikal dan menggugah secara tematik. Ia merayakan dangdut koplo bukan sekadar genre musik, tetapi sebagai bentuk ekspresi sosial. Penyutradaraan yang enerjik, akting yang jujur, serta keberanian memainkan narasi sosial melalui seni pertunjukan menjadikannya karya yang patut diapresiasi.


NILAI AKHIR: 8.5 / 10

Film ini adalah sajian segar dan berani, menghadirkan humor, musik, dan kesadaran sosial dalam porsi yang tepat. Angel Pol bukan hanya hiburan, tapi juga panggilan untuk melihat lebih dalam soal siapa yang layak bicara, dari atas panggung rakyat.

GALA PREMIERE “NARIK SUKMO” TAMPILKAN PERPADUAN HOROR, TRADISI DAN KONFLIK BATIN

Jakarta, 24 Juni 2025 – Epicentrum XXI menjadi saksi kemegahan malam pemutaran perdana film Narik Sukmo, sebuah karya horor terbaru produksi Mesari Pictures dan JP Pictures yang menggugah rasa dan nalar penonton. Mengusung tema besar tentang jiwa, dendam, dan pengkhianatan masa silam, film ini disutradarai oleh Indra Gunawan, dengan skenario ditulis oleh Evelyn Afnilia, berdasarkan novel karya Dewie Sofia.

Dihelat dalam suasana eksklusif dan penuh antisipasi, acara gala premiere turut dihadiri oleh para pemain utama seperti Febby Rastanty, Aliando Syarief, Dea Annisa, Teuku Rifnu Wikana, Nugie, Kinaryosih, Yama Carlos, Maryam Supraba, hingga Elly D. Luthan. Turut hadir pula tim produksi, termasuk Produser Eksekutif Darmawan Surjadi dan Produser Mulyadi JP.

16 Juni 2025

LEWAT GALA PREMIERENYA “SYIRIK: DANYANG LAUT SELATAN” MEMBUKTIKAN CERITA SPEKTAKULER BERTAJUK BUDAYA LOKAL

Sebuah Malam Mistis yang Membuka Layar Budaya dan Horor Spiritual Indonesia

Jakarta, 16 Juni 2025 — Lobi utama XXI Epicentrum malam ini berubah menjadi ruang lintas dimensi: antara dunia nyata dan gaib, antara kearifan lokal dan teror spiritual. Inilah malam Gala Premiere “Syirik: Danyang Laut Selatan”, film terbaru besutan Ganesa Films yang disutradarai oleh Hestu Saputra dan diproduseri oleh Chandir Bhagwandas. Satu malam yang menjadi selebrasi sekaligus penanda kembalinya horor bernarasi mendalam ke layar lebar Indonesia.

Dengan karpet merah yang disesaki bintang pemain, awak media, tamu undangan baik umum maupun artis papan atas ibukota, hingga pegiat budaya. Atmosfer malam itu tak sekadar meriah, tapi juga mengandung aura sakral. Tidak berlebihan, sebab film ini bukan sekadar horor, melainkan sebuah tafsir sinematik tentang benturan antara iman dan kegelapan—di mana mitos lokal menjadi fondasi naratif yang kuat.

05 Juni 2025

PRESS CONFERENCE & GALA PREMIERE FILM “SAMPAI JUMPA, SELAMAT TINGGAL”

Drama Cinta yang Menggugah Emosi dalam Balutan Gaya dan Ketajaman Visual

Jakarta, 2 Juni 2025 – Layar perfilman Indonesia kembali diramaikan dengan sebuah karya terbaru yang menjanjikan sentuhan emosi mendalam dan keotentikan cerita: Sampai Jumpa, Selamat Tinggal. Film hasil kolaborasi antara Adhya Pictures dan Relate Films ini resmi diperkenalkan kepada publik dalam acara Press Conference sekaligus Gala Premiere yang digelar di Metropole XXI, Jakarta. Disutradarai oleh Adriyanto Dewo dan diproduseri oleh Perlita Desiani serta Shierly Kosasih, film ini dijadwalkan tayang di bioskop mulai 5 Juni 2025.

Membawa genre drama romantis dengan pendekatan yang lebih tajam dan emosional, Sampai Jumpa, Selamat Tinggal mengeksplorasi dinamika hubungan cinta yang tidak ideal—mulai dari luka akibat ghosting hingga sisi gelap dari hubungan yang tidak sehat. Cerita berfokus pada karakter Wyn (Putri Marino), seorang perempuan yang terluka karena ditinggalkan Dani (Jourdy Pranata), dan perjalanannya menuju Korea Selatan demi mendapatkan kejelasan. Di negeri asing itu, ia bertemu Rey (Jerome Kurnia), seorang pekerja migran yang tanpa disangka justru menjadi penyelamat emosionalnya.

Visi Visual dan Estetika Gaya: “Your Kind of Edgy”

Gala Premiere malam itu tak hanya menyorot filmnya, tetapi juga menjadi ajang selebrasi visual lewat tema busana “Your Kind of Edgy” yang diusung para pemain. Penampilan para cast menjadi refleksi dari karakter mereka di layar:


  • Jerome Kurnia tampil mencolok dalam setelan kulit hitam mengilap berpadu inner metalik emas transparan—mewakili sisi flamboyan Rey yang menyembunyikan kesepian.



  • Jourdy Pranata hadir dengan gaya earthy lewat cropped tartan blazer yang memperlihatkan kontras karakter Dani, misterius namun penuh konflik.



  • Lutesha mencuri perhatian dalam coat kulit merah menyala yang senada dengan karakter gangster Vanya yang agresif dan penuh kendali.



  • Kiki Narendra menampilkan sisi klasik-rebel lewat paduan jaket kulit dan jeans robek, selaras dengan karakter Anto yang keras kepala namun penuh kepedulian.