24 Oktober 2025

MAJU SEREM MUNDUR HOROR: ANTARA OBSESI TUGAS AKHIR DAN KOMEDI YANG TAK KENAL REM

Greeting Gala Premiere. Foto By : Ecky Spades


Oleh: Ecky Spades - 24 Oktober 2025

Maju Serem Mundur Horor masuk ke layar lebar dengan premis yang menjanjikan: upaya sinema meta yang mengawinkan ketakutan supernatural dengan kekonyolan proses produksi film. Disutradarai oleh Chiska Doppert, film ini bukanlah upaya untuk mengukir horor yang mencekam, melainkan sebuah panggung yang disiapkan khusus untuk melepasliarkan energi komedi dari para punggawa stand-up dan aktor komikal Indonesia. Hasilnya? Tawa yang melimpah, sementara janji horornya terasa seperti sekadar bumbu sebagai pelengkap.

Struktur Naratif: Meta-Film yang Melebur

Film ini berpusat pada empat mahasiswa jurusan film yang berada di ujung tanduk akademik: Poltak (Maell Lee), Bowo (Dodit Mulyanto), Dede (Daffa Ariq), dan Asikin (Yewen). Desakan dosen untuk menyelesaikan tugas akhir membuat mereka bersepakat memproduksi film horor. Keunikan alurnya adalah ide film horor mereka terinspirasi langsung dari mimpi aneh yang mereka alami bersama—sebuah perangkat naratif yang berpotensi menyentuh batas tipis antara fiksi dan realitas.

Namun, alih-alih mengoptimalkan potensi horor psikologis atau teror perlahan yang ditawarkan premis tersebut, naskah ini memilih jalur yang paling aman: menjadikan plot sebagai wadah bagi set-up komedi. Porsi 70% komedi terasa mendominasi, membuat setiap insiden supranatural—mulai dari penampakan hantu Noni Belanda hingga insiden kerasukan Mumun (Sara Fajira)—lebih berfungsi sebagai pemicu reaksi konyol atau dialog jenaka, ketimbang membangun ketegangan yang utuh. Plot berjalan cepat, tetapi fokusnya terasa terdistraksi antara ambisi Poltak menyelesaikan kuliah dan kekacauan di lokasi syuting. Film ini adalah perayaan kekonyolan di tengah malapetaka, meninggalkan kedalaman naratif di belakang.

Departemen Akting: Kimia Antar-Komika

Kekuatan utama film ini tak dapat dipungkiri berada pada chemistry ansambel komika yang menjadi motor utamanya. Maell Lee sebagai Poltak menampilkan persona bossy dan ngotot khasnya. Dodit Mulyanto dengan aksen Jawa-nya berfungsi sebagai straight man yang lucu di tengah kekacauan, sementara Daffa Ariq dan Yewen melengkapi kuartet dengan dinamika dialek yang otentik. Kimia mereka terasa cair dan organik, menghasilkan improvisasi dialog yang segar dan tidak dibuat-buat.

Di sisi drama, Carissa Perusset sebagai Tiara dan Sara Fajira sebagai Mumun berperan sebagai penyeimbang. Sara Fajira, khususnya, berhasil mengeksekusi adegan kerasukan yang seharusnya mencekam, meskipun momen tersebut dengan cepat dinetralisir oleh respons komedi para rekannya. Penampilan Sara Wijayanto sebagai Nyai Suketi juga memberikan cameo aura horor yang solid, namun sayangnya, durasi tampilnya terasa terlalu singkat untuk mendongkrak intensitas ketakutan.

Sinematografi dan Tata Artistik

Secara visual, Maju Serem Mundur Horor menggunakan bahasa sinematik yang fungsional, dirancang untuk melayani kebutuhan komedi dan aksi cepat. Sinematografi cenderung terang dan wide saat adegan komedi, memungkinkan para aktor leluasa bergerak dan berekspresi. Hanya ketika adegan hantu muncul, pencahayaan berubah menjadi lebih gelap, memanfaatkan key light yang minim untuk menghasilkan siluet konvensional horor.

Tata artistik sebagian besar berpusat pada lokasi syuting yang diyakini berhantu. Set lokasi, seperti pohon beringin besar dan kuburan tua, memberikan atmosfer yang tepat, meski tidak dieksplorasi secara maksimal sebagai entitas yang menakutkan, melainkan sekadar latar belakang yang melahirkan jumpscare ringan.

Detail Produksi: Tata Rias, Kostum, dan Audio (Scoring)

Tata Rias Efek (SFX Makeup): Desain hantu seperti Kuntilanak dan Noni Belanda cenderung mengikuti pakem standar tanpa terobosan visual yang signifikan. Namun, tata rias ini berfungsi efektif sebagai trigger visual yang memicu reaksi komedi.

Wardrobe: Kostum para mahasiswa ditampilkan sangat relatable dengan anak kampus pada umumnya, mulai dari pakaian santai hingga t-shirt seadanya yang mendukung karakter slacker mereka. Pakaian kasual ini membantu mendukung suasana ringan film.

Tata Suara (Scoring): Inilah salah satu area yang terasa paling banyak berkorban untuk komedi. Scoring film ini cenderung hiperbolik, seringkali menggunakan nada musik yang ceria atau tiba-tiba melonjak keras untuk memberi "tanda" bahwa jumpscare akan datang. Alih-alih membangun ketegangan yang lambat dan merayap, desain suara lebih berfokus pada penekanan punchline dan kejutan sesaat, meminimalkan peluang penonton untuk benar-benar merasa terancam.

Verdict: Hiburan Murni dengan Genre Komedi Horor

Maju Serem Mundur Horor pada akhirnya adalah sebuah film komedi yang sangat menghibur, dibungkus dengan latar belakang horor. Film ini berhasil menangkap kekonyolan persahabatan, tekanan tugas akhir, dan dinamika antar-suku yang lucu.

Namun, bagi penonton yang berharap mendapatkan kengerian sejati atau analisis mendalam tentang ambang batas fiksi dan realitas (sesuai premisnya), mereka mungkin harus mundur teratur. Film ini adalah tontonan yang akan membuat Anda tertawa lepas, tetapi begitu layar meredup, ketegangan yang Anda rasakan akan ikut lenyap. Ini adalah film yang sukses secara genre komedi, namun medan horor hanyalah sebagai bumbu pelengkap saja.

0 comments:

Posting Komentar