24 Oktober 2025

ABADI NAN JAYA: RAMUAN LOKAL VISCERAL DALAM EKSEKUSI GLOBAL KIMO STAMBOEL

Greating Gala Premiere Abadi Nan Jaya. Foto by @kikikei1

Oleh : Ecky Spades - 24 Oktober 2025

Kimo Stamboel telah lama mengukuhkan namanya sebagai maestro horor visceral Indonesia. Dari eksploitasi gore hingga teror supranatural yang brutal, karyanya konsisten menguji batas-batas ketahanan penonton. Ketika ia berkolaborasi dengan Netflix untuk menangani sub-genre zombie—sebuah ranah yang seringkali jenuh dengan formula—pertanyaan terbesarnya adalah: mampukah ia menghadirkan sesuatu yang baru, yang tidak sekadar meniru formula Barat, namun tetap berakar kuat pada identitas lokal?

Abadi Nan Jaya adalah jawaban tegas sekaligus brutal atas pertanyaan tersebut. Ini adalah sebuah studi karakter tentang ambisi yang korup, yang dibalut dalam eksekusi horor-thriller beroktan tinggi. Film ini membuktikan bahwa teror mayat hidup bisa berbicara dengan aksen lokal yang kental, tanpa kehilangan satu ons pun intensitas globalnya.

Naskah dan Alur Cerita (Storyline)

Fondasi Abadi Nan Jaya terletak pada naskahnya yang cerdas dalam melokalisasi sumber bencana. Ditulis oleh Kimo bersama Agasyah Karim dan Khalid Kashogi, film ini menjauhkan diri dari klise virus laboratorium atau wabah misterius. Vektor teror di sini adalah sesuatu yang sangat Indonesiawi: jamu. Premis ini berpusat pada Sadimin (Donny Damara), seorang patriark pemilik perusahaan jamu tradisional yang terobsesi menciptakan ramuan awet muda. Ironisnya, nama ramuan itu adalah "Abadi Nan Jaya"—sebuah janji yang berubah menjadi kutukan.

Kekuatan naratif film ini adalah drama keluarganya. Jauh sebelum teror zombie dimulai, keluarga Sadimin sudah "sakit". Kita disuguhkan dinamika yang rapuh: hubungan Sadimin dengan putrinya, Kenes (Mikha Tambayong), yang beku; kehadiran Karina (Eva Celia) sebagai istri baru yang notabene adalah sahabat Kenes; dan sang putra, Bambang (Marthino Lio), yang dicap sebagai "pecundang" keluarga. Wabah ini tidak menciptakan konflik, ia hanya mempercepat implosi dari konflik yang sudah ada. Ketika Sadimin menjadi patient zero setelah menenggak ramuannya sendiri, wabah yang menyebar di desa Wanirejo terasa sebagai metafora atas racun ambisi dan rahasia keluarga yang akhirnya meledak.

Departemen Akting

Di tengah kekacauan yang hiper-kinetik, para ansambel pemain berhasil menambatkan emosi film. Donny Damara tampil luar biasa sebagai Sadimin. Ia memancarkan aura wibawa seorang patriark yang dihormati namun menyimpan obsesi gelap, dan transisinya menjadi monster patient zero terasa tragis sekaligus mengerikan.

Beban emosional utama dipikul oleh Mikha Tambayong (Kenes) dan Eva Celia (Karina). Chemistry mereka sebagai sahabat yang hubungannya retak oleh pernikahan menjadi jangkar drama yang krusial. Keduanya mampu menerjemahkan ketakutan primal sekaligus menavigasi luka batin di antara mereka. Marthino Lio juga memberikan penampilan solid sebagai Bambang. Ia berhasil mentransformasikan karakternya dari sosok slacker yang apatis menjadi pelindung yang reaktif, sebuah arc yang memuaskan di tengah bencana.

Tata Rias Efek (SFX Makeup) & Wardrobe

Di sinilah letak kejeniusan Kimo Stamboel. Tata rias efek khusus (SFX Makeup) oleh Astrid Sambudiono adalah bintang utama film ini. Terinspirasi dari tanaman Kantong Semar, desain para terinfeksi terasa organik, unik, dan sangat Indonesiawi. Ini bukan sekadar mayat hidup yang membusuk; ini adalah mutasi berbasis flora, lengkap dengan urat-urat yang menonjol dan tekstur yang menjijikkan.

Koreografi para terinfeksi sebagai "pelari cepat" membuat pacing film ini tanpa ampun. Aturan main (rules) yang ditetapkan—bahwa para terinfeksi akan "tenang" atau pause saat diguyur hujan—adalah sentuhan brilian. Ini tidak hanya memberikan kelemahan yang logis (berbasis tanaman), tetapi juga digunakan sebagai perangkat suspense yang luar biasa, menciptakan jeda-jeda penuh ketegangan sebelum badai kembali pecah.

Departemen wardrobe (tata busana) secara efektif mendukung narasi. Pakaian yang dikenakan para karakter—dari pakaian kerja di pabrik jamu hingga busana kasual di rumah—terlihat otentik. Degradasi busana mereka, yang perlahan robek, basah, dan berlumuran darah serta lumpur, mencerminkan perjalanan fisik dan psikologis mereka yang kian terdesak.

Sinematografi dan Tata Artistik

Secara visual, Abadi Nan Jaya adalah sebuah kontras yang cantik. Sinematografinya berhasil menangkap keindahan alam pedesaan Jawa yang asri di Wanirejo, hanya untuk merobeknya dengan pemandangan kekacauan dan darah. Pengambilan gambar secara efektif membedakan antara drama di dalam rumah tradisional Jawa yang hangat namun kini terasa klaustrofobik, dengan adegan kejar-kejaran di luar ruangan yang kaotik. Tata artistik (Production Design) berhasil membangun dunia pabrik jamu yang terasa nyata, membuat teror yang terjadi di dalamnya semakin berdampak.

Tata Musik (Scoring) dan Tata Suara

Aspek audio film ini digarap dengan presisi untuk memaksimalkan teror. Scoring atau tata musiknya tidak hanya berfungsi sebagai pengiring jumpscare, tetapi secara konstan membangun atmosfer horor yang merayap. Musiknya mampu membedakan antara momen drama keluarga yang melankolis dengan kebrutalan adegan aksi.

Tata suara adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Suara diegetic—gemerisik tanaman, suara kunyahan yang basah, geraman khas para terinfeksi, dan yang terpenting, suara tetesan air hujan—semuanya dirancang untuk menarik penonton ke dalam level ketakutan yang lebih dalam.

Kesimpulan

Abadi Nan Jaya lebih dari sekadar "film zombie Indonesia". Ini adalah sebuah horor-thriller yang berhasil melakukan lokalisasi genre secara cerdas, menggunakan elemen budaya (jamu dan flora) sebagai pemicu narasi, tanpa mengorbankan intensitas dan brutalitas yang menjadi ciri khas Kimo Stamboel.

Greating Gala Premiere Abadi Nan Jaya. Foto by @kikikei1

Meskipun berfokus pada drama keluarga, film ini tidak pernah melupakan kodratnya sebagai tontonan horor. Abadi Nan Jaya adalah sebuah paket lengkap dari teror visceral, drama yang mengikat, dan production value standar global yang membuktikan bahwa horor lokal mampu tampil buas di panggung dunia.

0 comments:

Posting Komentar