PINJAM 100: THE MOVIE
Produksi: VBS Studios
Produser: Stanley Aaron
Penulis: Charles
Sutradara: Prija Iska Ahmad
Pemeran: Paris Pernandes, Jeremy Sihotang, Bambang Soesatyo, Hansen Vendi Agus, Siti Anggun, David Lie, Fenti Warouw, Shannon Dorothea, Kireina Yuki, Lurus Mardan, Agus Hadsoe, Agus Focus, Prijay Mans, Giovanni Riung, Jeremy Viari, Farhan, Bolang Andi, Stella Vidyasari.
SINOPSIS
Dibuka dengan latar kehidupan sederhana di Binjai, Pinjam 100: The Movie mengisahkan dua sahabat karib — Paris dan Jerstang — yang dihimpit tekanan ekonomi dan kenyataan hidup. Mereka akhirnya memutuskan untuk merantau ke Jakarta, berharap dapat membuka lembaran baru dan menemukan peluang kerja yang lebih menjanjikan.
Namun ibu kota ternyata tak seindah bayangan. Di tengah hiruk-pikuk kota, Paris dan Jerstang justru dihadapkan pada realitas pahit tentang kerasnya hidup di Jakarta — mulai dari kesulitan mencari pekerjaan, bertahan hidup dengan uang pas-pasan, hingga terjerat dalam situasi-situasi konyol dan ironis. Dengan hanya modal tekad, celoteh khas anak Binjai, dan solidaritas persahabatan, keduanya berjuang menghadapi tantangan demi tantangan yang tak pernah mereka duga sebelumnya.
CERITA & NASKAH
Naskah garapan Charles memiliki pondasi kuat dalam membangun narasi "survivor comedy" yang membumi. Dialog-dialog terasa otentik, lugu, tapi mengena, dengan bumbu humor khas Sumatera Utara yang tidak dipaksakan. Struktur ceritanya linear, sederhana, tapi efektif — memperlihatkan progres karakter yang jelas dari kampung ke kota besar.
Beberapa bagian mungkin terasa repetitif atau klise, namun justru di situlah daya tariknya: film ini tidak mencoba menjadi "cerdas" atau kompleks, melainkan jujur dan apa adanya, layaknya kisah anak rantau di dunia nyata.
PENYUTRADARAAN
Prija Iska Ahmad menunjukkan pendekatan yang personal namun ringan. Ia menangkap esensi perjalanan dua anak muda ke Jakarta dengan nuansa komedi slapstick yang tidak murahan. Ritme yang konsisten menjaga penonton tetap engaged, meskipun transisi antar adegan kadang sedikit abrupt. Beberapa adegan dramatis dibangun dengan baik tanpa terkesan sentimentil berlebihan, menandakan sutradara tahu kapan harus melucu dan kapan harus menyentuh.
AKTING
Paris Pernandes dan Jeremy Sihotang tampil penuh energi dan chemistry keduanya sangat kuat, seperti melihat versi lokal Laurel and Hardy masa kini. Paris bermain sebagai karakter dominan yang spontan, sementara Jeremy sebagai sidekick dengan keluguan alami yang mencuri tawa.
Penampilan pendukung seperti Bambang Soesatyo, meski bukan aktor profesional, tampil mencolok sebagai cameo berkarisma yang justru menambah elemen kejutan tersendiri. Fenti Warouw dan Siti Anggun juga memberikan performa yang cukup mencolok dengan gaya bermain yang tidak berlebihan.
ANALISIS KARAKTER
Karakter Paris dan Jerstang dibuat dengan kontras yang proporsional. Paris adalah pemimpi yang impulsif, sedangkan Jerstang adalah realis yang penakut. Keduanya mencerminkan dinamika klasik "otak dan otot", namun dengan pendekatan yang sangat lokal. Kekuatan utama film ini justru pada perkembangan karakter yang tidak dibuat-buat: mereka belajar, gagal, bangkit — dan itu semua terjadi dengan cara yang lucu tapi tetap menyentuh.
TATA ARTISTIK & SINEMATOGRAFI
Visual film ini bukan untuk pamer gaya sinematik, tapi justru efektif menangkap kontras visual antara desa dan kota. Kamera handheld digunakan pada momen-momen chaotic di Jakarta, memperkuat rasa ketidakteraturan hidup urban. Tone warna sedikit overexposed di beberapa bagian, namun secara keseluruhan mendukung kesan “raw” dan realistik.
Set properti seperti kontrakan, warteg, hingga terminal kota digambarkan autentik dan relatable, memperkuat realisme sosial dalam komedi ini.
MUSIK SKORING & TATA SUARA
Musik skor yang digunakan ringan dan berciri khas anak muda. Tak jarang meminjam motif dangdut atau pop koplo, yang justru memperkuat identitas film ini sebagai hiburan rakyat. Tata suara natural dan jernih — percakapan dialek lokal disorot tanpa filter, memberi kedalaman lokalitas yang kuat.
WARDROBE / OUTFIT
Kostum dan penataan busana konsisten menggambarkan kelas sosial tokoh utama. Paris dan Jerstang selalu tampil dalam outfit sederhana — kaus oblong, celana bolong, sandal jepit — namun itu justru memperkuat keaslian karakter. Tidak ada upaya “fashionable”, karena memang bukan dunianya. Busana pendukung lain seperti pekerja jalanan, tukang ojek, hingga satpam tampil wajar dan tidak berlebihan.
TEMA & RELEVANSI SOSIAL
Di balik komedinya, film ini sebenarnya menyentil banyak hal: urbanisasi, ketimpangan ekonomi, tekanan hidup di kota besar, hingga relasi sosial antar perantau. Meskipun tampil jenaka, Pinjam 100 menyimpan lapisan kritik sosial yang halus tapi menggelitik, dan bisa dirasakan oleh siapapun yang pernah “ngontrak, nganggur, dan ngutang” di ibu kota.
KESIMPULAN
Pinjam 100: The Movie adalah komedi urban yang rendah hati namun tinggi makna. Ia bukan film mewah, bukan pula film yang berpretensi. Tapi dalam kesederhanaannya, film ini berhasil menggambarkan realitas kaum marginal dengan jujur, hangat, dan menghibur. Sebuah tontonan yang mengingatkan bahwa dalam hidup yang tak pasti, punya sahabat sejati dan sedikit tawa bisa jadi penyelamat.
NILAI AKHIR: 7.8 / 10
Cocok untuk: Penonton yang ingin hiburan ringan, pecinta film dengan sentuhan lokal, dan mereka yang pernah merantau ke kota besar.
0 comments:
Posting Komentar